Arsip
Yamaha 04Gen Scooter Concept Debuts in Vietnam
For many readers, it might be hard to get excited about a story that covers a scooter design, but hang with us for a second. Yamaha is at the 2016 Vietnam Motorcycle Show right now – the first first motorcycle show event held in Vietnam – showing off its latest creation, in Ho Chi Minh City.
Regular A&R readers will know how massively important the Southeast Asian market is to the big manufacturers, especially the Japanese brands, but the Yamaha 04Gen scooter concept debuting in Vietnam today is important for Western riders as well.
Part of Yamaha’s “refined dynamism” kick, the Yamaha 04Gen (as the name implies) is the fourth creation from the Iwata-based company, which takes a closer look at how best to move people from Point A to Point B (check our coverage of the 01Gen & 03Gen bikes; FYI, the 02Gen was a wheelchair design, which we didn’t cover.
The lines of the Yamaha 04Gen are flowing and attractive, and for a brief second it looks like a scooter you would expect to see at home on the streets of Milan, not Tokyo.
On closer examination though, we can see that Yamaha is playing translucent materials as a design aesthetic. This is something that we don’t see too often in the motorcycling realm; and from the photos, it looks like Yamaha has pulled off the effect masterfully.
Expect to see more “Gen” concepts from Yamaha in the future, and hopefully something the Yamaha 04Gen comes to market. We like it.
Source: Yamaha
Video Penganiyaan Dan Pelecehan Wanita Di Koridor Hotel Ini Menjadi Viral Di China
Ingin Pertentangkan Antara Al-Qur’an dengan Science, Pertanyaan Dosen UI Ini Cukup Dijawab dengan Buku Anak Usia 5 Tahun
Dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando yang dikenal memiliki pemikiran liberal melontarkan pertanyaan yang memiliki maksud untuk mempertentangkan antara Al-Qur’an dengan Ilmu Pengetahuan (Science). Ade mempertanyakan tentang isi Surat Yassin ayat 38 terkait matahari yang menurut pemahamanya bertentangan dengan ilmu pengetahuan alam yang difahami.
“Ini tulus bertanya: kenapa ya dalam surat Yasin (38) dlm Quran dibilang ‘matahari berjalan di tempat peredarannya’? Bukankah, matahari itu diam?” tanya Ade Armando melalui akun Facebook pribadinya, ahad(3/4/2016).
Beberapa saat kemudian salah satu netizen bernama TB Nazmudin menjawab pertanyaan Ade dengan mengutip isi buku ensiklopedia junior “Alam Semesta” untuk anak usia 4 dan 5 tahun.
Dalam penjelasan TB Nazmudin tersebut tidak ada pertentangan antara Surat Yassin ayat 38 dengan teori-teori Ilmu Pengetahuan Alam.
Berikut ini jawaban lengkap TB Nazmudin yang ditujukan kepada dosen UI Ade Armando.
Baik, Pak, sy akan coba jawab juga –dengan tulus.
Baru saja kemarin sore sy ke Gramedia beli buku ensiklopedia junior “Alam Semesta” utk anak sy yg berumur 5 dan 4 tahun. Dan tadi malam sy membacakannya utk mereka berdua sebelum tidur.
Well, sy bukan orang berlatar belakang eksakta. Tapi, dari buku utk anak-anak tsb sy menjadi faham bahwa matahari juga berotasi pada sumbunya, 24 hari di bagian khatulistiwanya dan 31 hari di bagian kutubnya. Ini dapat difahami krn materi matahari bukan hanya terdiri dari zat padat melainkan gas-gas panas dsb. Bahkan rotasi di permukaan dgn di bagian dalamnya (inferior) matahari pun berbeda-beda.
Kemudian, matahari dan anggota tata suryanya –sebagai bagian dari Galaksi Bima Sakti– juga beredar (berevolusi) mengelilingi pusat Galaksi Bima Sakti. Dimana perkiraan perhitungan para astronom diperlukan waktu 230an juta tahun bagi matahari dan anggota tata suryanya berevolusi mengelilingi pusat galaksi.
Ini baru pergerakan di dalam satu galaksi. Belum lagi pergerakan antar galaksi, interstellar dst.
Jadi, Pak, matahari itu tidak pernah “diam” atau “diam di tempatnya”. Dari dulu sejak zaman Galileo, Copernicus dst, para ilmuwan tidak mengatakan matahari itu “diam”. Bahkan ketika sebelumnya mereka keliru berhipotesis bahwa Bumi adalah pusat tata surya dan semesta.
Sekali lagi, sy bukan ahli astronomi dan bukan pula ahli kitab suci. Tapi, sy “membaca”. Dan dari situ sy memahami, sebenarnya tidak ada kontradiksi antara teori-teori science tentang rotasi dan evolusi matahari dgn Surat Yaasin: 38.
TB Nazmudin
Berikut ini bunyi surat Yassin ayat 38:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (Yaa Siin : 38)
[islamedia/mh]
Keluargaku Dulu Cina Kafir, Seperti Kau Sering Teriakkan!
Tak ada yang bisa memilih, kita akan lahir di rahim siapa, berkulit apa, dan dimana. Saya, 7 bersaudara:
6 Muslim, 1 Nasrani.
5 orang menikah dengan ‘pribumi’.
Ayah masuk Islam di usia 73 tahun, setahun sebelum meninggal.
Ibu masuk Islam tahun lalu, di usia 79 tahun.
Ayah dan Ibu suku Tionghoa atau Anda sering menyebut dengan ‘Cina’.
Saya dan keluarga tak pernah teriak, “Si Kafir itu…” kepada siapapun. Kenapa?
Mau nyimak cerita Ayah saya?
Ayah saya adalah sosok nasionalis dan idealis tulen yang saya kenal. Cita-citanya menjadi ABRI tak terpenuhi, karena orang tua tak mengijinkan. Kakak pertama saya melanjutkan cita-cita itu sebagai ABRI. Kakak ketiga gagal menjadi ABRI, karena mata sedikit minus. Jika ditanya, “Papah gak pengin jalan-jalan keluar negeri?” Jawabnya, “Ngapain? Indonesia aja bagus, gak habis keliling Indonesia”.
18 tahun kerja di bank swasta, dengan prestasi terakhir menaikkan revenue perusahaan 20 kali lipat dalam 5 tahun menjabat, ‘dipaksa’ mengundurkan diri karena membela seorang karyawan baru ‘pribumi’, yang akan digeser oleh titipan direksi (tionghoa) yang rasialis.
Kemudian beliau melanjutkan kerja di usia 50 an, sebagai manajer keuangan di suatu perkebunan di Lampung. Percakapan yang paling saya ingat saat berkunjung kesana, “Ya’ (panggilan saya), coba lihat, orang-orang (buruh) itu dibayar dibawah angka kebutuhannya (UMR). Kalau mereka punya anak 3 atau lebih, gak akan cukup untuk hidup, maka mereka akan ‘maling’. Suatu saat, kalau kamu jadi bos, jangan pernah bayar karyawanmu dibawah angka kebutuhannya.”
5 tahun bekerja sebagai manajer keuangan, membuat ayah saya dikeluarkan, karena membongkar sindikat koruptor yang melibatkan adik pemilik perusahaan. Saat malam terakhir di Lampung, saya mendampingi dan mendengar ta’mir (pengurus) masjid setempat berkata, “Kami sangat kehilangan Pak Untung (ayah saya). Selama Pak Untung disini, ibadah kami, Bapak permudah. Pak Untung sudah seperti orang tua kami.”, air mata saya pun berlinang. Saat itu ayah saya belum memiliki agama, masih Kong Hu Cu (tradisi).
Di usia 55 tahun lebih, ayah melanjutkan bekerja di Purbalingga. Memilih tinggal di rumah penduduk dan mengembalikan fasilitas mobil sedan. Saya pun bertanya, “Kenapa papah balikin mobil itu? Kan bisa dipakai buat transportasi?”. Beliau menjawab, “Gak ahh, malu. Lha wong mereka (buruh) masih dibayar dibawah UMR, koq papah orang baru, udah pakai mobil mewah. Gimana omongan papah akan didengar mereka?”.
Akankah Anda mengatakan “Cina Kafir” kepada ayah saya?
Sekarang kisah saya.
Di usia 7 tahun (1980), sejak pindah ke rumah yang ketiga, kami tinggal di lokasi yang berdekatan dengan kampung di kota Semarang. Sungguh kaget, saat keluar rumah, anak kampung setempat berteriak, “Cino..!!”, dan langsung mengejar kemudian memukuli saya bertubi-tubi. Bosan melarikan diri terus, saya mulai melawan. Mau gak mau belajar berkelahi. Saat SD, kami sekeluarga disekolahkan di SD Katholik, alasan ayah saya, karena disiplinnya bagus.
Namun ayah saya ingin anak-anaknya berbaur, maka saat SMP, kami semua masuk ke SMP negeri, dimana saat itu hanya 2 orang ‘keturunan’ satu angkatan. Kami tak pernah merasa sebagai seorang ‘keturunan’. Ayah kami mendidik kami anti rasialis. Hal itu dibuktikan, ayah saya mengasuh seorang suku Bali, bernama I Gusti Made Gede, kuliah dan tinggal bersama kami selama 8 tahun.
Sungguh kaget, saat kawan-kawan di SMP berteriak, “Cino..!”. Dan saya pun balas berteriak, “Cino matamuuu..!”. Perkelahian pun sering terjadi.
Sejarah masuk Islam
Karena di sekolah negeri, pelajaran ‘default’ agama adalah Islam, kakak pertama saya mempelajari dan tertarik untuk memeluk Islam saat kelas 2 SMP. Kami, adiknya, satu-persatu masuk Islam saat masuk SMP, kecuali kakak perempuan saya. Tentu saja ayah dan ibu saya belum Islam saat itu.
Lulus kuliah, saya merantau ke Batam dan berjumpa dengan istri saya, yang saat itu beragama nasrani. Kenapa istri saya mau mengikuti saya masuk Islam? Inilah perkataannya, “Aku dulu (saat kuliah di Jakarta) sama sekali antipati dengan orang Islam, karena orang-orang Islam yang kukenal, kasar dan rasialis. Waktu ketemu kamu dan kenal kawan-kawanmu (yang muslim), baru aku melihat bahwa Islam itu damai”.
Kakak kami tertua tak pernah meminta kami mengikutinya masuk Islam. Saya pun tertarik masuk Islam di usia 11 tahun, saat SD, karena melihat kakak-kakak saya sholat. Begitu juga, ayah dan ibu saya, tak ada keterpaksaan masuk Islam. Saya meyakini, agama itu adalah akhlaq yang harus ditunjukkan, bukan dalil yang digemborkan. Seandainya, ayah saya mencalonkan menjadi gubernur, saat sebelum masuk Islam, maka saya akan tetap memilih beliau, karena saya tahu, beliau adalah sosok pemimpin yang bijak.
Anda mungkin sudah menebak arah saya kemana. Ya, benar dan mungkin salah. Saya tak memihak Ahok, karena saya tak mengenal beliau dan saya tahu politik terlalu rumit untuk dipahami. Jika pun saya ber KTP Jakarta, maka saya akan memilih Bang Sandiaga Uno, karena beliau adalah mentor saya dan saya ‘lebih’ mengenal beliau. Tidak ada jaminan akan lebih baik dari Ahok.
Poin saya adalah.
Saya pernah kafir dan saya tak suka disebut kafir, juga Cina. Ayah, ibu, kakak, istri saya pernah kafir, dan mereka tak suka disebut kafir, juga Cina. Maka saya tak akan menggunakan kata-kata itu untuk Ahok atau siapapun.
Memaki dan menghujat tak membuat Islam lebih tinggi, justru Anda telah merendahkan Islam dan memecah belah bangsa ini. Kalau Anda yakin Islam “rahmatan lil ‘alamiin”, tunjukkan saja dengan akhlaq, bukan dengan beribu dalil. Hewan dan tumbuhan saja harus kita sayangi, apalagi manusia. Kalau Anda yakin (dan saya yakin), masih banyak pemimpin muslim yang pantas, tunjukkan saja siapa mereka dan apa prestasinya untuk umat.
Bagi Anda suku Tionghoa.
Kita sudah belajar pahitnya jaman rasialis. Jangan Anda mempertahankan rasialis Anda, dengan memilih Ahok karena suku atau agama. Pilihlah pemimpin yang adil, siapapun itu. Terbukti yang membebaskan kita dari rasialisme bukanlah Soeharto, namun seorang Kyai bernama Gusdur.
Bagi yang tak setuju.
Saya tahu perdamaian adalah hal yang mustahil, karena selalu akan ada yang berdalih dengan dalil untuk menyangkal. Benar dan salah itu nisbi di dunia ini, sampai kita tahu kebenaran hakiki di akhirat kelak. Andaikan kelahiran Anda bertukar rahim dengan saya, apakah sikap Anda akan seperti sekarang?
Bukan dalilmu yang membuatku berubah,
tapi kesantunan akhlaqmu yang ingin kutiru.
Kau tarik aku, maka aku melawan.
Kau rangkul aku, maka aku mengikutimu.
foto: keluarga Setiabudi, 1983 []
Komentar Terbaru